Benarkan yang terjadi seperti itu?
Saya di sini hanya cerita, cerita tok.. tidak ingin berdebat yooo....
......
Saya tinggal di Jawa, karena itu saya fokus ke cerita kerabat saya yang meninggal di Jawa, sedangkan di Sumatera saya belum pernah pulang karena kerabat keluarga yang meninggal, semoga jangan pernah.
Tahun 2010, saya sedang berada di rumah nenek/kakek saat liburan, dan kakek saya meninggal. Semuanya (mungkin) menangis, terutama istri (nenek saya) dan anak-anak serta menantunya.
Saya waktu itu tidak terlalu sedih, karena yang ada di pikiran saya, kakek saya memang sudah cukup sepuh, dan amal perbuatan di dunianya menurut saya sangat baik. Apalagi anak-anaknya bisa dikatakan sudah pada mandiri semua, hasil perjuangan kakek-nenek saya.
Semua anak-anaknya yang berada di Jakarta dan luar Jawa langsung pulang segera ke Jawa, pun Ayah saya yang berada di Riau.
Saat keluarga bertemu, tentu mereka akan sedih, nangis, peluk, dan kehilangan akan berpuncak pada saat itu, saat anggota keluarga bertemu.
Setelah itu, proses pengurusan janazah sesuai syariat dilakukan, maka kesedihan dan tangis sudah sangat berkurang. Ketika dimakamkan, sedih dan tangis mungkin akan sedikit keluar. Setelah pemakaman selesai............
Saya lihat anggota keluarga sudah sangat ikhlash, tabah, dan hilang tangisnya. Pulang ke rumah, biasanya senyum dan tawa sudah keluar. Hal ini saya katakan adalah sangat normal.
........
Nah, di keluarga saya, budaya dan tata cara berlanjut pada tahlilan hingga 7 hari berturut-turut sekaligus mengaji Al-Qur'an nonstop (hampir) siang malam selama 7 hari juga.
Aktivitas yang sibuk itu, dimulai dari mengobrol, saling gurau, membuat kue, memasak makanan, mengurus tenda-tenda dan perlengkapan, dan lain-lainnya... menghilangkan kesedihan secara DRASTIS.
Saat malam, tahlilan,... tidak ada kesedihan yang larut, tangispun hilang, mungkin hanya ibu dan istri yang masih akan sedih lagi (tanpa tangis) dan larut dalam do'a untuk anaknya, atau suaminya.
Ya namanya juga kumpul keluarga besar, ditemani banyak saudara dan masyarakat, ya seneng lah.
Ga ada itu sedih-sedihan, tangis-tangisan...
...............
Sedangkan meninggalnya paman saya beda cerita...
Intinya, saya sangat sedih pada saat dipeluk salah satu keluarga, dan puncaknya adalah ketika proses menyolati jenazah, air mata saya susah sekali berhenti, bahkan pada saat sholat.
Saat dimakamkan, sedih dan tangis saya masih saja keluar. Namun segera berkurang, apalagi ketika mulai mengobrol dengan paman saya yang lain (yang sangat baik), mungkin dia ingin membantu menghilangkan kesedihan saya, kebetulan waktu sholat jenazah kita berdampingan berdirinya.
udah... kesedihan saya cuma sampai itu...
Begitu juga adik dan kakaknya, sudah bisa tersenyum dan tertawa, bahkan ketika masih di proses pemakaman. Hal itu tidak tabu...
.............
Saat mulai acara tahlilan, ngaji Al-Qur'an yang nonstop itu, selama 7 hari, tidak ada lagi kesedihan, SERIUS! Yang ada itu obrolan, diskusi tentang waris hutang piutang sang almarhum, dan kebahagiaan karena kumpulnya keluarga.
Jadi, saya sejujurnya, tidak pernah menemukan bahwa acara tahlilan dan selamatan orang meninggal itu bikin sedih keluarga, ENGGA pernah. Ini Fakta.
.........
Saya jadi teringat teman saya yang menangis hingga tak sadarkan diri waktu anggota keluarganya (sepupu) meninggal. Kalau menggunakan logika, tentu saya sangat tidak suka.
Kalau misal sedihnya diprediksi akan memuncak di proses pemakaman, maka untuk yang wanita, JANGAN IKUT ke acara pemakaman, diam di rumah.
.......
Tangis yang berlebihan itu bisa menjadi bentuk ketidakterimaan kita pada Sang Pencipta yang mengambil milik-Nya. hati-hati...
.......
Menangis sewajarnya, selalu iringi dengan logika, itu baru kereeeen! dan bener pastinya.
.....
Bid'ah yang begini-begini ini saya ga bisa berpendapat banyak, belum nyampe ilmunya, tapi saya tidak menemukan kemudharatan di sini. Soal biaya selamatan, memang besar, tapi saya juga belum pernah menemukan ada anggota keluarga yang mengeluh dan keberatan soal biaya.
Lah, keluar duit buat anggota keluarga yang meninggal moso keberatan? Kalo keberatan yang berarti acara tahlilan dan selamatannya kegedean, sesuaikan semampunya. Dan tentunya diiringi dengan bantuan dari masyarakat sekitar.
....
Ok... sekian cerita saya hari ini....
Mohon share jika dan hanya jika info ini bermanfaat atau menginspirasi :)
Tweet |
klw standarnya bidah itu cara2 di jaman nabi/saudi maka buaaaaaaanyak hal di islam selain disana jatuhnya ga sah..
ReplyDeletesimpel aja beduk itu pinter2nya wali songo, sekali gebuk satu kampung denger dan tau waktu sholat. naaaah ini ada ga beduk disaudi/jaman nabi ?
islam juga ngajarkan kita pake otak dan akal, alhasil sedih yg hilang itu bagian dari benefit terus menerus baca kitab suci alquran.. semua hepi semua setuju